Oleh: rizarulham | Maret 1, 2010

Persamaan Warga Negara di Hadapan Hukum

Setiap negara memiliki peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh warga negaranya agar tercipta kehidupan bernegara yang tertib. Semua peraturan tersebut biasanya disusun dan ditetapkan oleh suatu atau beberapa lembaga ke dalam apa yang biasa kita sebut hukum. Tidak ada perbedaan perlakuan bagi tiap warga negara sehingga sanksi dapat dijatuhkan kepada siapa saja yang melanggar hukum.

Di Indonesia, persamaan kedudukan warga negara di hadapan hukum dicantumkan dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27, tapi dalam realisasinya, banyak pelanggaran yang menunjukkan bahwa persamaan itu tidak terwujud. Akhir-akhir ini, sering kita lihat beberapa kasus hukum yang diajukan ke pengadilan yang keputusannya tidak memenuhi rasa keadilan di mata masyarakat. Kasus korupsi dapat dijadikan contoh bagaimana hukum di negeri ini dapat dibengkokkan. Sering kita dengar di berita, banyak dari koruptor, yang diajukan ke pengadilan dengan tuduhan korupsi yang terkadang nilainya mencapai puluhan hingga ratusan milyar, mendapat hukuman yang ringan atau bahkan malah ada yang bebas. Padahal, korupsi adalah tindakan yang sangat merugikan negara dan menyengsarakan rakyat banyak, karena uang negara, yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan dan untuk kesejahteraan rakyat, diselewengkan untuk kepentingan pribadi.

Baru-baru ini, ada pelanggaran yang terungkap yang menunjukkan bahwa hukum tidak berdaya dihadapan orang-orang kaya dan berkuasa. Pemberian fasilitas mewah terhadap terpidana kasus penyuapan Artalyta “Ayin” Suryani adalah suatu bentuk pelanggaran. Ayin mendapatkan beberapa keistimewaan, diantaranya berupa kantor untuk menjalankan aktivitas bisnis, ruangan selnya yang diisi dengan tempat tidur ukuran dobel, tv layar datar 21 inch, dan penyejuk ruangan. Untuk mendapatkan semua fasilitas itu, tentu ada harga yang harus dibayar oleh Ayin. Perlakuan khusus terhadap terpidana yang “khusus” ini adalah rahasia umum di negeri ini, karena masyarakat sudah sering kali mendengar tentang hal ini walaupun yang benar-benar terungkap baru kasus Ayin.

Kontras dengan perlakuan terhadap terhukum yang kaya dan berkuasa, terdakwa kasus hukum yang termasuk golongan menengah ke bawah akan mendapat perlakuan yang tegas dan terkadang dirasa tidak adil dan manusiawi. Kasus pencemaran nama baik yang menimpa Prita Mulyasari mencerminkan ketidakadilan yang selalu dialami si lemah jika melawan si kuat. Beberapa kasus yang lebih parah dialami oleh sejumlah orang di beberapa daerah. Kasus Nenek Minah yang dituduh mencuri tiga kakao dan beberapa kasus lainnya tetap diajukan ke pengadilan dan diputus bersalah walaupun mereka kebanyakan sudah lanjut usia dan mencuri karena terpaksa dan kelaparan.

Keadaan tidak adil seperti dicontohkan diatas sudah berlangsung lama di negeri ini dan membuat masyarakat tidak percaya kepada para penegak hukum. Perlu ada reformasi jika ingin mengubah keadaan ini dan mengembalikan hukum menjadi peraturan yang bisa menertibkan seluruh warga negara tanpa kecuali. Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum sudah tepat untuk mengatasi masalah-masalah di atas, tapi perlu tindakan yang tegas dan berkelanjutan agar tujuan itu tercapai. Keadilan baru dapat diwujudkan dengan sempurna jika orang-orang seperti Ayin dan orang-orang seperti Nenek Minah mendapatkan perlakuan yang sama kedudukannya sebagai warga negara di hadapan hukum.


Tinggalkan komentar

Kategori